Culture

Festival Ngopi Sepuluh Ewu, Budaya Ngopi Seru Dari Masyarakat Kemiren Untuk Semua Kalangan

Budaya ngopi di Indonesia telah ada sejak Belanda pertama kali masuk ke negeri ini. Sekitar tahun 1600-an, mereka memperkenalkan kopi Arabika kepada masyarakat. Seiring dengan berjalannya waktu, ngopi jadi kebiasaan, entah diseduh saat pagi sebelum memulai hari, siang saat bekerja, atau bisa pula malamnya ketika beristirahat.

Ya, kopi adalah minuman yang bisa dikonsumsi kapan dan di mana saja. Kini, si hitam tersebut jadi media penyambung silaturahmi. Bagaimana tidak, budaya ngopi nggak hanya merambah kalangan orang tua, tetapi juga mulai jadi culture baru di komunitas anak muda. Ada pula yang menjadikannya sebagai agenda rutin setiap malam, atau sekadar berkumpul untuk mendiskusikan apa saja.

Di Banyuwangi, budaya ngopi bahkan telah menjadi tradisi rakyatnya secara turun temurun. Kebun kopi banyak ditemukan di Kalibaru dan daerah Desa Kemiren. Iklimnya yang dingin membuat si hitam tumbuh besar di sana. Maka dari itu, pemerintah bergerak cepat untuk melestarikan budaya ini dengan menyelenggarakan Festival Ngopi Sepuluh Ewu yang diadakan di sepanjang Desa Kemiren.

Hajatan besar tersebut merupakan rangkaian dari kegiatan festival yang diselenggarakan sepanjang tahun. Lalu, bagaimana sih prosesinya dan apakah memang benar-benar ada sepuluh ribu kopi dalam festival tersebut?

Didukung penuh oleh pemerintah Kabupaten Banyuwangi

Festival Ngopi Sepuluh Ewu sudah masuk tahun keenam sejak pertama kali diselenggarakan pada tahun 2013 silam. Sebagai bentuk untuk melestarikan budaya masyarakat Blambangan yang suka ngopi, maka pemerintah menggandeng seluruh kalangan untuk menyelenggarakan event tahunan ini.

Sambutan Bupati Banyuwangi, Bapak Abdullah Azwar Anas

Seperti halnya dengan acara lainnya, festival ini juga mendapat sambutan hangat dari jajaran staf provinsi hingga kementrian. Bersama dengan masyarakat Kemiren dan seluruh Banyuwangi, pemerintah turut menyumbangkan idenya demi suksesnya event.

Puluhan kedai kopi di sepanjang jalan Desa Kemiren

Desa Kemiren terkenal sebagai desa adat yang menyimpan budaya asli Banyuwangi dan menjadi perkampungan asli dari Suku Osing, Di sinilah awal mula lahirnya culture di Bumi Blambangan, seperti Gandrung, Seblang, hingga budaya ngopi itu sendiri. Lokasinya yang berada di dataran tinggi, memungkinkan kopi untuk tumbuh subur. Maka, sebagian besar masyarakatnya pun bermata pencaharian sebagai petani dan pekebun.

Kopi asli Banyuwangi yang bening

 

Photo boots latar dapur tradisional untuk sangrai kopi

Kondisi geografis yang ada berada jauh di atas permukaan air laut menjadikan kopi sebagai salah satu minuman hangat yang biasa dikonsumsi untuk mereka yang baru saja pulang bertani dan berkebun. Lambat laun, budaya ini mulai merambah ke seluruh kalangan termasuk anak muda. Dibuktikan dengan banyaknya kafe, restoran, gerai, dan sebagainya yang menjual kopi sebagai menu utama.

Nah, berangkat dari sanalah kemudian Desa Kemiren dipercaya sebagai tuan rumah dari Festival Ngopi Sewu setiap tahunnya. Di sepanjang jalan desa, pengunjung akan disuguhkan dengan deretan warung kopi yang mana penjaganya menggunakan pakaian adat khas Banyuwangi. Mereka juga menyediakan jajanan tradisional, seperti cucur, apem, ketan,dan lain sebagainya.

Kopi dan jajanan tradisional Banyuwangi (Ketan Kirip, Cucur, dan Tape)

Warga – warga Kemiren membuka tangannya untuk siapapun yang datang dan ingin menikmati kopi khas Banyuwangi. Memang warga di sana terkenal dengan keramah tamahannya, apalagi untuk tamu–tamu yang datang. Semacam open house, rumah–rumah penuh dengan pengunjung yang asik ngopi. Sementara warung–warung kopi yang berjajar di sepanjang jalan penuh dengan anak muda yang asik menikmati suasana malam itu.

Warung kopi Jaran Goyang

 

Yang jaga warungnya cantik-cantik cuy

 

Suasana ngopi di salah satu halaman rumah warga

Nggak ketinggalan pula dimeriahkan dengan pentas seni yang menampilkan tarian Gandrung dan musik gamelan tepat di depan Rumah Internet Desa Kemiren. Jadi bisa bayangin kan gimana nikmatnya suasana ngopi sembari menikmati alunan musik tradisional?

Dihadiri oleh warga asing dan seluruh masyarakat Banyuwangi hingga luar kota

Asiknya di Banyuwangi tuh masyarakatnya yang selalu antusias. Salah satu kunci suksesnya beragam festival yang diselenggarakan adalah rakyat bumi Blambangan yang selalu mendukung penuh dan berbondong – bondong menghadirinya. Pun dengan Festival Ngopi Sepuluh Ewu yang banjir oleh pengunjung dari seluruh Banyuwangi.

Ngopi lesehan bareng warga dan pengunjung

 

Open house di salah satu rumah warga

Dengan menggunakan dresscode hitam, mereka tampak meramaikan Desa Kemiren sembari menikmati seduhan kopi hangat. Nggak hanya orang Banyuwangi, bahkan event tersebut juga dihadiri oleh tamu–tamu asing yang ingin menilik budaya ngopi di Bumi Blambangan.

Salah satu tamu asing

 

Jadi tempat nongkrongnya anak-anak muda

 

Budaya ngopi di kalangan anak muda

Wisatawan dari luar kota yang didorong oleh rasa penasaran akan event tersebut juga nggak mau ketinggalan nongrong sembari menikmati jajanan tradisional khas Banyuwangi. Klub – klub motor, komunitas–komunitas, hingga rombongan perusahaan melebur menjadi satu dengan seduhan kopi masyarakat asli Kemiren.

Menariknya lagi, pengunjung nggak perlu merogoh kocek untuk kopi dan aneka jajanannya. Sebab semuanya gratis dan murni sebagai persembahan masyarakat Kemiren kepada tamu yang datang. Gimana nggak seru tuh?

Kopi menjadi media pemersatu yang bisa meleburkan segala perbedaan. Melalui rasa dan aromanya, dialog demi dialog terurai hingga kemudian menjadi cerita yang menyatukan segalanya. Sampai jumpa di Festival Ngopi Sepuluh Ewu tahun depan!

 

You may also like...

4 Comments

  1. Hebat, didukung penuh oleh pemerintah. Pemdanya keren euyyyy.

    1. Yuk mbak ke Banyuwangi!

  2. Udah lama pengen balik ke Banyuwangi tapi belum kesampaian. Pengennya pas ada festival begini, biar dapet cerita baru. Semoga taun 2019 bisa baliknke Banyuwangi lagi 😀 thanks infonya mbaak

    1. Sama2 mbak, semoga cpt balik Bwi ya, makin menarik sekrg

Leave a Reply