Story

Generasi 90-an, Kami Tumbuh Bersama Lagu Anak dan Krisis Moneter

Ada kalanya mengenang masa lalu membuat pikiran jauh terbang. Nggak melulu tentang dia yang pernah ada di hati, tetapi bisa juga soal indahnya kenangan bersama sahabat atau keluarga. Re-memorize adalah hal yang paling menyenangkan karena bisa membayangkan kembali apa yang pernah terjadi di saat itu.

Tahu nggak sih jika setiap manusia mengalami lupa ingatan? Kapan? Namanya childhood amnesia, yang mana memori ketika berusia 3 tahun ke bawah nggak akan pernah diingat sama sekali. Itulah sebabnya kadang kita hanya mendengar cerita masa kecil dari orang tua atau keluarga. Kamu juga nggak akan pernah tahu kan bagaimana saat belajar berjalan dulu? Sama, saya pun juga demikian.

Nah, jika kamu generasi 90-an pasti pernah merasakan bagaimana indahnya hidup di masa saat semuanya serba terbatas. Kala itu belum ada smartphone, apalagi media sosial. Segala sesuatunya dilakukan dengan manual termasuk berkomunikasi dengan keluarga yang tinggal di kota lain. Kendati demikian semuanya dinikmati dengan penuh suka cita.

Mereka yang lahir dan pernah mengenyam lucunya hidup di era 90-an disebut dengan generasi X. Kenapa demikian? Sebab masa itu merupakan peralihan antara zaman analog di tahun 80-an menuju modern 2000-an. Meskipun nggak kekinian-kekinian amat, namun generasi 90-an mampu menciptakan ide-ide cemerlang yang jika diingat saat ini, ‘what a cool memories!’

Nggak ada yang menyangka bila mereka yang hidup di keterbatasan bisa menjalaninya dengan baik, bahkan susah dilupakan hingga kini. Well, saya ingin sekali bernostalgia dengan segala keterbatasan memori, tapi saya masih menyimpan peristiwa itu dengan baik pada deretan tahun-tahun berikut.

Tahun 1995

Tahun 1995 adalah batas saya mengingat masa kecil. Saat itu masih berusia 4 tahun dengan ciri-ciri anak kecil pada umumnya, berperut buncit, berambut merah karena suka bermain di pinggir pantai, bergigi ompong karena suka makan permen, dan pakai kaus serta celana dalam saja saat bermain.

Kami masih tinggal di rumah yang sama dengan yang ditempati saat ini. Sebuah rumah di perkampungan padat penduduk yang terletak paling pojok, tepat di depannya sumur tua dan di belakang ada kandang ayam yang kotorannya langsung bermuara ke pantai. Rumah kami tidak pernah sepi karena ibu membuka jasa terima jahitan sejak tahun 70-an. Kala itu beliau telah memiliki 4 pegawai yang setiap hari bisa membuat 4-5 pakaian.

Usia ibu saat itu masih muda, 33 tahun. Kulitnya kencang, rambutnya bergelombang dan tebal. Gaya rambutnya bob dan berjambul di depan khas tahun 90-an. Pakaian favoritnya dress maxi dengan lengan puffy yang sedang ngetren saat itu. Beliau juga masih suka menggunakan kulot berwarna pastel yang hingga saat ini masih tersimpan rapi di lemari dan sering saya pinjam.

Kendati rumah kami punya empat kamar tapi saya lebih memilih tidur bersama Emak dan Pak Anang yang tak lain orang tua dari ibu. Emak membuka warung kelontong di samping rumah kami. Di dalamnya tidak hanya ada barang dagangan seperti sembako dan aneka cemilan tetapi juga sebuah ranjang besi.

Sumber: salafiyyatitis.blogspot.com

Di depan warung kelontong yang terbuat dari bambu itu ada pohon jambu besar dan pos kamling di sebelah kirinya. Dulunya halaman depan warung kami sangat luas, bahkan bisa untuk bermain engklek yang kotaknya besar-besar. Tapi sekarang sudah jauh lebih sempit karena rumah-rumah di sekitar sudah semakin diperluas.

Setiap habis Magrib, saya dan kakak laki-laki yang saat itu masih duduk di kelas 5 SD bermain setan-setanan. Caranya dengan membuat boneka yang kepalanya dari bola ping pong dan badan terbuat dari kertas. Kemudian diikatkan benang obras milik ibu dan dikaitkan pada pohon jambu. Jika tali ditarik maka boneka ikut ke atas dan bersembunyi di semak-semak daun. Sementara saat dilepas, si boneka hantu akan turun.

Boneka hantu sudah dikaitkan dan kami bersembunyi di balik pintu warung kelontong Emak. Jika ada orang lewat kami akan melepaskannya dan mereka terkejut setengah mati. Saya dan kakak terkekeh di balik pintu. Jadi jauh sebelum program Spontan Uhuy yang dipandu oleh Komeng populer di televisi, kami sudah sering menjahili tetangga.

Di sepanjang tahun ini pula saya masih suka main sepeda roda tiga bekas. Jika ada yang bilang bila anak kedua dan seterusnya dapat barang buangan dari kakak, itu memang benar adanya. Ibu dan Bapak memberikan saya mainan yang dulu pernah digunakan oleh Mas.

Sumber: koleksikunoanggoro.blogspot.com

Di tahun ini pula saya ikut menyaksikan kakak meronta kesakitan karena disunat. Tapi sebagai adik, saya juga ikut kecipratan angpao dari para tamu undangan.

Dulu anak laki-laki yang disunat membawa kantong yang dibuat dari kain yang disebut juga dengan ‘kantongan’ untuk menyimpan uang. Sementara saya adalah salah satu orang paling beruntung karena bisa membelikannya banyak jajan Anak Mas yang dulu harganya 200 rupiah.

Tahun 1996

Tahun 1996 merupakan masa bagi saya untuk banyak belajar. Dari anak ingusan yang hanya memikirkan jajan dan mainan, jadi lebih giat belajar membaca dan menulis. Saya belum masuk sekolah taman kanak-kanak saat itu, tapi masih ingat benar ibu membawa saya ke rumah tetangga untuk les Bahasa Inggris. Lagu yang pertama kali saya hafal dan dengar judulnya Mother, How Are You Today. Kira-kira begini penggalan liriknya, “Mother, how are you today? Here is a note from your daughter…

Saya sudah bisa menulis alfabet saat itu, bahkan lancar menghitung bilangan. Hari-hari diisi dengan bermain di halaman belakang rumah tetangga yang luas. Kami adalah anak pesisir, belakang rumah merupakan pantai yang bermuara pada Selat Bali. Di sana kami tumbuh, mengenal jenis-jenis tumbuhan dan punya ide-ide kreatif untuk menjadikan tanah sebagai kue, daun-daun sebagai sayuran, dan lain sebagainya.

Sumber: budayajawa.id

Tetangga yang memiliki pekarangan luas punya anak kembar, dua tahun di atas saya. Sementara anak-anak lainnya satu sampai tiga tahun lebih tua. Beberapa ada pula yang lahir di tahun yang sama. Namun tetap yang paling muda adalah saya.

Mereka yang paling muda hanya menjadi pemain cadangan atau bawangan dalam setiap permainan. saat main ibu-ibuan selalu jadi anaknya, padahal saya selalu ingin jadi ibunya. Well, begitulah derita anak paling kecil di masa itu.

Pagi hari sekitar pukul 10, kami siap main jual-jualan. Saya tidak pernah diberi kesempatan menjadi penjual, hanya menjadi anak dari penjualnya. Alasannya ya itu tadi, karena paling muda. Batu bata dihaluskan dan dibuat kue-kue lucu sampai donat aneka topping dari kapur bekas memoles dinding.

Sementara lainnya berjualan nasi dari tanah dengan aneka lauk pauk dari dedaunan dan bekas kulit buah dari pedagang rujak. Menariknya, kami bahkan menggunakan bunga yang belum mekar sebagai perhiasan yang disematkan pada jari jemari. Si pembeli yang ceritanya kaya raya menggunakan tas milik ibunya, hadiah dari toko emas. Kami suka berkhayal dan berakting kala itu.

Tengah hari, Emak memanggil saya untuk makan siang dan tidur. Tapi namanya juga anak kecil, jika nggak diancam nggak akan pulang. Masih ingat benar, saat ibu sudah siap menina bobokkan saya, beliau malah tertidur. Namun si kecil berperut buncit ini kembali nggeluyur keluar untuk main dengan teman-teman.

Sumber: gunungkidul.sorot.co

Biasanya siang hari anak-anak main peta umpet. Ada yang bersembunyi di kandang ayam, jalan lompong, balik sumur, sampat atas pohon. Sebagai anak kampung, kami hampir nggak pernah menggunakan sepatu atau sandal saat bermain. Dibiarkanlah kaki penuh dengan tanah basah dan kotoran ayam. Apabila sudah bosan, permainan mulai berganti pada lompa karet hingga pukul tiga sore.

Di tahun ini pula saya mendapatkan hadiah pesta ulang tahun dari ibu. Jujur saja itu adalah perayaan pertama dan terakhir dalam seumur hidup. Kami hanya mengundang teman-teman di kampung dengan suguhan kue-kue khas anak kecil di masa itu.

Ada satu cerita mengapa saya nggak terlihat ceria di foto ulang tahun. Ibu suka sekali membuatkan baju-baju lucu untuk saya. Hampir semuanya tanpa lengan. Jika saat itu sudah bisa berbahasa Inggris lancar, mungkin saya akan mengatakan, “it’s not my style”.

Kendati sudah dipaksa dan diiming-imingi apapun. Alasannya adalah malu. Namun di hari ulang tahun itu, ibu mengancam untuk tidak merayakan jika saya nggak memakai baju tanpa lengan buatannya. Jadilah terpaksa digunakan, tapi sepanjang acara si perut buncit ini nggak tertawa sedikitpun. Antara takut kamera dan nggak suka pakai baju terbuka.

Lantas, apakah kami anak-anak pantai masih suka bermain? Tentu! Jika malam sudah menjelang, biasanya bersama dengan anak-anak laki-laki yang juga seumuran bermain ayam-ayaman. Dia yang terpilih menjadi ayamnya harus menggunakan sarung, sementara lampu dimatikan dan lainnya mulai bersembunyi.

Hari-hari terus berlanjut dan kami semakin tumbuh, namun tidak sedikitpun beranjak dari kandang ayam yang punya banyak kenangan. Bukankah masa itu terlalu indah untuk dilupakan?

Tahun 1997

Tahun 1997 saat usia belum genap enam tahun, ibu memasukkan saya pada taman kanak-kanak milik Kodim. Dulu namanya TK Brawijaya, namun setelah itu berganti menjadi TK Kartika V 74. Ruang kelasnya ada empat, TK A dua kelas dan TK B dua kelas. Saya langsung lompat ke kelas B1. Kata ibu sih biar nggak lama-lama di taman kanak-kanak.

Ibu guru melatih saya dan beberapa teman perempuan lainnya menari, Kupu Cedung namanya. Di dalam kelas saya lebih suka mewarnai. Masih ingat benar tatanan kelas dengan meja dan kursi warna-warni. Loker-loker kecil dengan magnet-magnet buah-buahan sebagai tempat untuk menyimpan peralatan tulis terletak di bagian belakang.

Di belakang loker ada ruang bermain dokter-dokteran dan ibu-ibuan. Meja-meja operasi kecil, tempat duduk, meja makan mini, dan lain sebagainya. Saya lebih suka menghabiskan waktu istirahat di dalam ruang tersebut ketimbang bermain outdoor.

Ibu nggak pernah mengantar dan menjemput saya karena beliau sibuk dengan pekerjaannya. Pegawainya bertambah dan pelanggannya makin banyak, sehingga Emak yang diberi tanggung jawab untuk mengantar dan menemani. Di tengah lapangan sekolah kami ada pohon beringin besar, di sana tempat ibu-ibu dan nenek-nenek bercengkrama sembari menunggu anak dan cucunya selesai belajar.

Tahun ini untuk pertama kalinya saya punya sahabat. Namanya Laura dan Novia. Seingat saya, Laura masih satu sekolah hingga sekolah menengah pertama. Sementara Novia, saya nggak pernah bertmu dengannya lagi sejak lulus Sekolah Dasar.

Sumber: id.aliexpress.com

Di tahun ini pula saya dapat sepatu sekolah pertama yang dibeli oleh Emak di pasar. Warnanya hitam, ada manik-manik di atasnya. Ibu kerap memadukannya dengan kaus kaki berenda. Pun dengan tas sekolah kepala Tweety berwarna kuning hadiah darinya.

Pertengahan taman kanak-kanak, beberapa kali saya dibiarkan mandiri. Hanya sesekali Emak mengantar ke sekolah. Ibu memberikan uang saku 300 rupiah agar saya bisa membeli sebungkus mie seharga 150 rupiah dan sisanya untuk kue. Ah, bisa bayangkan jika saat itu saya punya uang 10 ribu, dapat apa saja ya?

Sumber: infoprodukterbaru.web.id

Di masa ini pula saya mengurangi intensitas bermain bersama anak-anak kampung karena ibu memberikan banyak fasilitas bermain di rumah. Secara khusus beliau berlangganan majalah Bobo untuk saya yang mulai suka membaca. Ada cerita Bona dan Rongrong, Oki dan Nirmala, surat dari sahabat Bobo, dan lain sebagainya.

Koleksi buku-buku dongeng hadiah dari susu Dancow juga semakin menumpuk. Biasanya saya suka membacanya di bawah meja kerja ibu sembari menemani beliau membuat pola pakaian. Siang hari, ada tayangan kartun Disney Little Mermaid dan Lion King yang sama sekali nggak pernah saya lewatkan. Saya tumbuh dengan cerita-cerita fiksi yang mengagumkan.

Tahun 1998

Tahun 1998 menjadi masa kami sekeluarga berada di titik kesulitan. Usaha yang dibangun bapak harus gulung tikar dikarenakan krisis moneter. Namun ibu masih bertahan dengan keempat karyawannya bahkan bertambah.

Maka bapak memutuskan untuk membuka warung kopi kecil-kecilan di pinggir jalan utama kampung kami. Pelanggannya adalah pegawai-pegawai sebuah perusahaan distributor swasta yang saat itu menyewa salah satu gudang di kampung. Di masa awal masuk sekolah dasar saya habiskan untuk menemani bapak setiap malam sembari belajar di kolong mejanya.

Krisis moneter menjadikan situasi kami nggak normal. Perusahaan-perusahaan melakukan PHK besar-besaran pada karyawannya. Kerusuhan menuntut penurunan harga terjadi di mana-mana. Demonstrasi terjadi di sejumlah titik, khususnya ibu kota menuntut Presiden Soeharto turun dari tahtanya setelah puluhan tahun menjabat. Aktivis menghilang, para demonstran diburu oleh polisi, kekacauan terjadi di setiap kota. Negara kita kacau balau.

Sumber: janganlah.com

Di saat genting itu pula Cindy Cenora merilis lagu terbarunya berjudul Krismon. Anak-anak nggak tahu apa itu krisis moneter dan bagaimana situasi politik serta ekonomi negara saat itu. Kami hanya menikmati lagunya, kira-kira begini penggalan liriknya.

Kuminta baju baru, katanya lagi krismon
Kuminta seoatu baru, katanya masih krismon
Kuminta mainan juga, katanya lagi krismon
Kalau boleh semua saja, katanya lagi krismon
Su su susah su su susah, nggak ada yang murah

….

Sumber: tribunnews.com

Di tahun ini peristiwa ninja terjadi di sejumlah titik kota di Jawa Timur. Berawal dari kota kami, Banyuwangi yang merupakan cikal bakal dari rentetan kejadian pembantaian tokoh agama, penggerak desa dan dukun suwuk. Masih ingat benar, guru ngaji di kampung kami dilarikan di suatu tempat tersembunyi.

Setiap hari berita-berita radio dan surat kabar memberitahukan pembunuhan dua sampai tiga orang dalam sehari. Foto-foto korban yang terbunuh disebar luaskan, sehingga membuat masyarakat semakin resah. Kami generasi 90-an pernah berada di suatu masa yang mencekam.

Sumber: janganlah.com

Bila malam datang, keluarga saling berkumpul di satu titik, bahkan tidur bersama-sama. Kaum pria secara bergantian melakukan jaga malam. Kami diliputi rasa ketakutan saat itu. Kabarnya rumah yang menjadi sasaran ninja mendadak akan mati lampu dan tiba-tiba saja ada yang hilang, hingga kemudian ditemukan telah terbunuh.

Hingga saat ini peristiwa mencekam yang terjadi pada Februari hingga September 1998 itu masih belum pasti apa sebabnya. Ada yang mengatakan bila itu perbuatan orang-orang yang mendalami ilmu hitam. Ada pula yang mengabarkan bila itu salah satu unsur kesengajaan bagi orang-orang yang melawan pemerintah di tengah krisis moneter yang melanda.

Hari-hari saya lalui dengan bersekolah setiap pagi di tengah krisis moneter dan ancaman pembunuhan. Kendati demikian, kami anak kecil nggak mengerti dengan jelas apa dan bagaimana peristiwa tersebut. Kami hanya bisa jajan pentol saus seharga tiga ratus rupiah satu plastik dan mie mentah dengan bumbu bubuk. Nggak sehat memang, tapi kami suka.

Oh ya, ada satu lagi penjual bernama Pak Bandung. Sesuai dengan julukannya, ia berasal dari Kota Kembang. Warung batagor sekaligus molennya nggak pernah sepi dari pelanggan. Jika beli es coklat dan jeruk di sini, harganya cuma 300 rupiah dan itu pun sudah dapat plastik yang ujung-ujungnya ditarik sehingga mirip manusia.

Meski dilanda krismon, namun di tahun ini pula Video Compact Disc sedang gencar-gencarnya. Minimal satu kampung harus ada satu atau dua keluarga yang memilikinya untuk kemudian bisa nobar bersama-sama. Ibu membelinya di tetangga dengan harga seratus lima puluh ribu rupiah.

Sumber: www.gamespot.com

Film yang kami tonton pertama dan disaksikan bersama saudara-saudara adalah Kuch Kuch Hota Hai. Menceritakan Anjali yang diam-diam mencintai sahabatnya sendiri bernama, Rahul. Namun si Rahul yang diperankan oleh Shahrukh Khan malah naksir Tina, murid baru sekaligus anak profesornya.Kisahnya begitu populer hingga awal tahun 2000-an.

Yang pasti gaya rambut bob Anjali dan bandanya sempat tren saat itu. Saya adalah salah satu dari sekian anak yang akhirnya memangkas rambut untuk tampil layaknya Kajol di Kuch Kuch Hota Hai. Lucu memang, itulah kami generasi X.

Tahun 1999

Tahun 1999 nggak ada lagi peristiwa Ninja dan Krismon. Presiden Soeharto digantikan oleh B.J Habibie yang kemudian lengser dan terpilihlah Gusdur lewat pemilihan umum melawan Megawati. Presiden baru memberikan kebijakan yang membuat seluruh murid dan guru di negeri ini bahagia tiada tara, yakni libur selama satu bulan sejak Juni hingga Juli 1999.

Maka di saat itu pula kami sekeluarga memutuskan ikut Budhe dan Pakdhe berlibur ke kota tetangga, Jember, Bondowoso dan Situbondo sekaligus silaturahmi ke rumah saudara-saudara di sana. Dengan mobil carteran yang disupiri oleh tetangga, kami mampir ke Watu Ulo terlebih dahulu, dilanjutkan ke Matahari Jember untuk membeli kaus Dagadu yang saat itu populer. Sempat juga nonton bioskop di sana, hanya saja saya lupa film apa yang ditonton saat itu.

Sumber: digagas.blogspot.com

Setelahnya kami pergi ke Bondowoso dan menginap semalam di rumah saudara, sebelum akhirnya bertandang ke Pasir Putih Situbondo dan kembali ke Banyuwangi. Ya, tahun 1999 saat semuanya sudah kembali normal seperti sedia kala.

Di tahun ini pula genap satu tahun saya mengaji di TPQ dekat rumah. Setiap sore pukul tiga sore bersama dengan anak-anak kampung lainnya, kami berangkat ke Masjid. Sebelum masuk kelas, murid-murid duduk berbaris secara horizontal di beranda Masjid untuk memanjatkan Asmaul Husna. Barulah kemudian menuju masing-masing kelompok sesuai dengan tingkatan Iqro’ dan Qur’an.

Kami generasi X walaupun suka main sampai lupa waktu, tetapi nggak pernah melupakan kewajiban untuk mengaji. Ada dua sesi waktu saat menuntut ilmu Qur’an di TPQ, pertama pagi hari pukul 8 khusus untuk anak-anak yang sekolahnya masuk siang. Umumnya mereka yang sudah naik ke kelas 3 hingga 4 Sekolah Dasar. Kedua saat sore hari pukul tiga hingga lima sore yang biasanya didominasi murid Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar Kelas 1,2, 5, 6 hingga SMP.

Sumber: youtube.com

Kami juga menikmati lagu-lagu Cinta Rasul dari Hadah Alwi yang rilis pertama di tahun 1999. Single populernya yakni Ya Thoyyibah dan Yaa Robbi Bil Mustofa. Anak-anak kecil perempuan di tahun obsesi menjadi Sulis yang didapuk jadi teman duet Hadad Alwi. Siapa sih yang nggak pengen punya suara merdu dan rajin mengaji seperti doi?

Nggak puas cuma sampai beli kaset tape-nya, Bapak malah membelikan versi VCD juga. Tahu kan girangnya anak-anak zaman dulu kalau dapat hadiah Cinta Rasul? Tahun 90-an adalah masa di mana lagu anak lebih populer. Puluhan artis anak-anak dari ibu kota mewarna hari-hari kami dengan aneka ragam lirik yang sesuai dengan kehidupan dan kondisi anak-anak.

Dunia pendidikan yang keras di masa itu membentuk kami menjadi pribadi yang kuat. Masih ingat benar saat duduk di kelas 2 SD, wali kelas bernama Bu Rum nggak segan mencubit kecil lengan bagian atas. Apalagi untuk mereka yang tidak mengerjakan PR. Namun kami semua nggak ada yang protes apalagi lapor ke orang tua. Sebab dulu orang tua memberikan tanggung jawab sepenuhnya pada guru untuk mencerdaskan anak mereka.

Saat ini baru sadar bila pendidikan keras yang dulu kami terima ternyata memang bertujuan untuk menguatkan kami di tahun berikutnya yang jauh lebih berat. Kami bangga menjadi anak-anak 90-an yang tangguh dan kreatif.

Sumber: vemale.com

September 1999 masyarakat digencarkan dengan isu kiamat yang akan terjadi pada tanggal 9 bulan 9. Kami sempat ketakutan, mengingat tahun tersebut adalah akhir dari 90-an. Sementara versi lainnya mengatakan bila 999 apabila di balik menjadi angka 666 yang berarti angka setan. Tapi nyatanya, 18 September 1999, saya masih bisa merayakan ulang tahun ke 8. Lucu memang jika mengingat saat itu orang bertanya-tanya tentang kebenaran berita tersebut.

Kami tumbuh menjadi generas X siap menyongsong tahun milenial. Kami tumbuh dan belajar banyak hal dari tahun 90-an. Hari-hari ditemani oleh Susan dan Ria Enes, Trio Kwek-Kwek, Chikita Meidi, Sailor Moon, Candy-candy, Sentaro serta masih banyak lagi lainnya. Kami suka makan Chiki, Krip krip sampai Anak Mas. Namun kami nggak lupa belajar dan tahu betapa pentingnya pendidikan agama.

Tahun 1999 usai yang berarti 90-an ditutup untuk selama-lamanya. Ada banyak memori manis dan menggelitik di kisaran masa tersebut. Kami sudah melewatinya. Apakah kamu punya kenangan di era 90-an? Share ya, sebelum berlanjut ke tahun 2000-an!

 

You may also like...

5 Comments

  1. Ninja, kiamat, lagu anak2, anak mas, vcd aaaaaah.. Nikmat saat itu ya

    1. Selamat bernostalgia!

  2. Dwi Septiyana says:

    Bagus banget blognya….jadi kangen masa2 kecil dulu….

  3. Sy terenyuh dan menerawang membaca tulisan anda. Sangat mendalam deskripsinya. Nostalgia memang indah ya…

    1. Terima kasih sudah membaca pak. Sukses selalu…

Leave a Reply